Media90 – Kabupaten Tanggamus, Lampung, dikenal memiliki potensi besar dalam sumber daya mineral, terutama jenis zeolit yang melimpah di Pekon Tengor, Kecamatan Cukuh Balak.
Menurut analisis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), lebih dari 6.000 hektare lahan di wilayah ini mengandung cadangan zeolit yang berpotensi besar untuk dikembangkan.
Potensi ini menjadi harapan baru bagi Kabupaten Tanggamus yang sedang berjuang mengatasi defisit keuangan.
Saat ini, Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru mencapai 5% dari target yang diharapkan, sehingga pengembangan tambang zeolit diharapkan dapat menjadi sumber utama peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Program padat karya dan usaha perseorangan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Tanggamus telah mengatur pengelolaan potensi sumber daya tambang zeolit ini melalui kontrak karya dengan PT Paragon Perdana Mining (PPM), sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Kementerian ESDM No. 380.K/30/DJB/2017. Kontrak ini mencakup eksplorasi dan produksi zeolit seluas 1.411 hektare di Pekon Tengor.
Namun, meskipun kontrak telah ada lebih dari lima tahun, operasional PT Paragon Perdana Mining belum juga dimulai. Kendala utamanya adalah pembangunan terminal khusus untuk angkutan pelabuhan guna mengeluarkan hasil produksi zeolit.
Permasalahan ini terjadi karena keberatan dari pihak tambak udang PT Windu Mantap Mandiri yang khawatir akan adanya dampak pencemaran di wilayah mereka.
Pemerintah Kabupaten Tanggamus, melalui berbagai instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan KKP, telah melakukan mediasi untuk mencari solusi.
Pada tanggal 11 Juli 2024, mediasi dilakukan dengan menawarkan opsi memindahkan lokasi terminal khusus ke luar wilayah Teluk Tengor yang tidak termasuk dalam kontrak karya.
Namun, Ivan Kusnadi, Presdir PT Paragon, menyatakan bahwa pembangunan terminal di luar wilayah kontrak karya akan melanggar hukum pertambangan.
“Kami siap pindah, tetapi harus tetap di dalam wilayah kontrak karya untuk menjaga keberlanjutan operasional,” ujarnya.
Perselisihan ini mendapat sorotan dari Masrur Dasuan, Sekretaris Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kelautan dan Perikanan Kecamatan Cukuh Balak, yang mengungkapkan keprihatinan atas dampaknya terhadap puluhan karyawan yang dirumahkan.
“Mereka sangat merindukan PT Paragon dapat beroperasi kembali untuk menyokong kehidupan keluarga mereka,” katanya.
Konflik antara pihak tambak udang dan PT Paragon ini menunjukkan kompleksitas dalam pengembangan sumber daya lokal yang dapat memberikan manfaat ekonomi signifikan, namun juga harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan kepentingan masyarakat setempat.
Pemerintah setempat terus berupaya mencari solusi yang adil bagi semua pihak untuk mencapai kesepakatan yang memungkinkan pembangunan ekonomi berkelanjutan di Tanggamus.