Media90 – PT PLN (Persero) terus mengambil langkah-langkah untuk mengoptimalkan pemanfaatan Geopolimer dari abu sisa pembakaran batu bara PLTU, yang juga dikenal sebagai Fly Ash Bottom Ash (FABA), dalam pengolahan bahan baku konstruksi.
Geopolimer ini memiliki kemampuan untuk mereduksi emisi karbon hingga 44%, menjadikannya salah satu alternatif bahan baku yang lebih ramah lingkungan daripada semen.
Dalam upayanya untuk menjaga kelestarian lingkungan, PLN bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan terobosan dan inovasi teknologi dalam pemanfaatan FABA.
Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, menyatakan komitmen perseroan dalam melakukan terobosan dan inovasi teknologi dalam rangka dekarbonisasi sektor kelistrikan, terutama di PLTU.
Direktur Geopolimer Indonesia, Januarti Jaya Ekaputri, menjelaskan bahwa industri, khususnya industri semen, merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca.
Produksi semen sendiri berkontribusi sebesar 52% dalam emisi sektor industri.
Oleh karena itu, pemanfaatan FABA sebagai alternatif untuk mengurangi emisi karbon ini membutuhkan dukungan bersama.
Dengan meningkatnya teknologi dan pengembangan kajian, FABA dapat memainkan peran yang lebih besar dalam sirkular ekonomi dan dekarbonisasi di industri semen dan beton.
Jaya menjelaskan, “Diperlukan solusi yang lebih ramah lingkungan mengingat tingginya emisi karbon dari industri semen. Jika penggunaan semen dapat digantikan dengan geopolimer yang menggunakan FABA sebagai bahan bakunya, maka emisi dapat diturunkan hingga 44%.”
Hal ini diungkapkan Jaya dalam Seminar Nasional Value Creation of FABA untuk mendukung infrastruktur pertanian dan pembangunan berkelanjutan pada tanggal 14 Juni.
Himawan Tri Bayu Murti Petrus, seorang peneliti dari Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional (UGRG) Universitas Gajah Mada, menjelaskan bahwa pengelolaan FABA secara komprehensif dapat menyasar berbagai sektor.
Oleh karena itu, penting bagi FABA untuk tidak hanya ditimbun begitu saja, melainkan dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian dan pelestarian lingkungan.
Menurut Himawan, FABA yang dihasilkan di Indonesia telah terbukti aman dan tidak mengandung zat radioaktif berbahaya.
Hal ini menunjukkan potensi pengembangan FABA yang lebih besar di Indonesia karena memiliki struktur rantai kimia yang lebih ramah lingkungan.
“Hanya dengan memanfaatkan FABA yang dihasilkan di Indonesia, kita dapat meningkatkan utilisasi FABA ini sebagai bahan baku ekonomis yang lebih ramah lingkungan,” tambah Himawan.
Upaya PLN dalam mendorong pemanfaatan FABA PLTU sebagai bahan baku konstruksi yang ramah lingkungan merupakan langkah progresif menuju pengurangan emisi karbon dan pelestarian lingkungan.
Dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak sangat penting dalam mewujudkan visi ini, sehingga Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam penggunaan bahan baku yang berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.