Media90 – Hari Kesaktian Pancasila menjadi hari di mana bangsa ini melegalkan bahwa lahirnya Pancasila adalah pada tanggal 1 Juni. Walaupun begitu, banyak pro-kontra terhadap penetapan hari lahir Pancasila karena adanya perubahan pada butir-butirnya.
Terlepas dari kontroversi tersebut, perlu kita telaah sisi lain yang membutuhkan perhatian besar bagi pemangku jabatan di negeri ini, khususnya untuk kita semua.
Pancasila menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang menjadi landasan bagi masyarakat Indonesia. Dalam konteks kemajemukan bangsa Indonesia, Pancasila menjadi media untuk mempersatukan frasa dari setiap elemen bangsa yang ada, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan budaya. Sampai saat ini, Pancasila telah berhasil dalam hal tersebut.
Namun, demikian tidak berlaku dalam konteks ekonomi masyarakat. Masyarakat Indonesia masih terperangkap dalam jurang kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin tinggi. Hal ini menimbulkan keprihatinan akan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin memburuk.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada bulan September 2022 mencapai 26,36 juta orang, meningkat sebesar 0,20 juta orang dibandingkan dengan bulan Maret 2022. Sementara itu, angka pengangguran masih mencapai 9,1 juta orang per Agustus 2021, angka yang tidak bisa dianggap remeh. Tentu saja, hal ini harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah.
Sudah 25 tahun sejak reformasi dimulai, namun kondisi bangsa belum membaik secara signifikan. Demokrasi yang seharusnya terjaga ternyata terbentur dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pendidikan yang seharusnya merata masih jauh dari kata merata.
Masih banyak akses menuju sekolah yang sangat sulit dijangkau. Meskipun pemerintah berjanji bahwa masyarakat akan sejahtera, kenyataannya rakyat masih hidup dalam garis kemiskinan. Akses jalan yang mendukung ekonomi rakyat di beberapa daerah dan provinsi juga masih rusak.
Lalu, apa yang sebenarnya bisa dibanggakan setelah reformasi? Tingkat korupsi masih meningkat tajam di semua sektor. Korupsi tidak hanya dilakukan di sektor eksekutif, tetapi juga melibatkan semua elemen pemerintahan yang mengelola anggaran, melakukan malapraktik sejak penetapan anggaran.
Kasus korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp32,84 miliar, korupsi proyek Waskita sebesar Rp21 triliun, korupsi proyek e-KTP sebesar Rp2,3 triliun, korupsi benur lobster sebesar Rp24,6 miliar, korupsi pembangunan BTS sebesar Rp8 triliun, dan masih banyak lagi kasus lainnya.
Belum lagi praktik suap yang terjadi di lembaga yudikatif yang seharusnya menjadi pilar terakhir dalam menegakkan keadilan. Implementasi Pancasila masih jauh dari baik. Pembangunan negara yang mengandalkan utang tentu saja merusak keadilan sosial karena rakyat yang akan membayar utang tersebut. Dampaknya akan terasa jangka panjang bagi masyarakat.
Hari kelahiran Pancasila seharusnya menjadi momen refleksi bagi kita semua, terutama bagi para pimpinan dan pengambil kebijakan di negeri ini. Jangan hanya terjebak pada pembuatan regulasi, tetapi yang rakyat butuhkan adalah realisasi.
Jangan biarkan anggaran hanya habis untuk rapat, tetapi tidak ada tindakan nyata yang dilakukan di lapangan. Setelah reformasi, rakyat hanya berharap akan keadilan dan kemakmuran.
Pancasila dan ekonomi kerakyatan harus berjalan seiring dengan kepentingan rakyat. Hentikan impor beras, hentikan impor bawang, dan hentikan impor garam. Lebih baik pemerintah memusatkan perhatiannya untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan mengembangkan sektor pertanian dalam negeri agar petani tidak kehilangan pasar dan tentu saja dengan meningkatkan kualitas hasil pertanian.
Negara harus hadir untuk memajukan ekonomi kerakyatan, jangan hanya berambisi menutupi lubang dengan membuka lubang yang lebih dalam. Semoga rakyat semakin sejahtera, dan petani semakin berjaya.
Merdeka! Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia! Mari kita bergerak untuk menuntaskan perubahan dan panjang umur perjuangan.
Oleh Habibbulloh Al Ansyor, Ketua Umum KAMMI Lampung