Media90 – Harga singkong di berbagai sentra produksi di Lampung mengalami penurunan tajam. Penyebab utamanya adalah produksi yang berlebihan dan rendahnya mutu singkong lokal.
Hal ini menyebabkan singkong lokal sulit bersaing dengan tepung tapioka impor dari Thailand dan Kamboja yang dikenal memiliki kualitas lebih baik.
Menurut PT Sinar Pematang Mulia (SPM) Tulang Bawang, rata-rata harga singkong di pabrik saat ini berkisar antara Rp1.285 hingga Rp1.335 per kilogram, dengan potongan sebesar 20% hingga 30%.
Manager HRD dan Legal PT Lambang Jaya, Tigor Silitonga, menjelaskan bahwa besarnya potongan tersebut disebabkan oleh usia tanaman singkong yang masih di bawah sembilan bulan.
“Potongan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia tanaman yang belum matang, varietas singkong yang bukan kasesa sebagai standar, kadar aci yang rendah, serta banyaknya tanah dan bonggol singkong yang masih menempel,” ujar Tigor Silitonga di Bandar Lampung, Kamis (12/12/2024).
Ia juga menambahkan bahwa pengangkutan yang memakan waktu lama dari lapangan atau lapak ke pabrik turut memengaruhi kualitas singkong.
Saran untuk Petani
Tigor menyarankan agar petani yang memiliki modal sebaiknya bekerja sama langsung dengan pabrik tanpa melalui lapak atau agen.
“Jika rata-rata harga singkong Rp1.300 per kilogram dengan potongan 25%, maka harga bersih yang diterima petani hanya sekitar Rp975 per kilogram. Dari situ, biaya produksi tapioka per kilogram bisa mencapai Rp3.900 untuk rendemen 20% dan Rp4.875 untuk rendemen 25%,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa biaya tersebut belum mencakup pengeluaran lainnya, sementara harga tapioka di pasar masih fluktuatif.
Oleh karena itu, peningkatan mutu produksi singkong menjadi hal mendesak untuk menjaga daya saing dan kesejahteraan petani.
Peran Pemerintah
Tigor menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam mendukung petani melalui penyediaan bahan pengolahan lahan, pupuk, dan obat-obatan dengan harga terjangkau, serta peningkatan teknologi dan efisiensi pertanian.
“Dukungan ahli pertanian juga diperlukan untuk membantu petani meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi,” tambahnya.
Dukungan Program Kemitraan
Putra Jaya Umar, petani asal Tulang Bawang Barat, mengakui bahwa rendahnya kadar aci singkong lokal disebabkan oleh panen yang terlalu muda, yaitu lima bulan dibandingkan usia ideal sembilan bulan.
Selain itu, varietas yang ditanam juga kalah saing dengan varietas unggul dari Thailand dan Kamboja.
Putra menyarankan agar pemerintah mengembangkan varietas unggul yang mampu menghasilkan kadar aci tinggi.
Sebagai contoh, varietas kasesa yang sebelumnya mampu menghasilkan 25–30 ton per hektare kini hanya menghasilkan 15 ton per hektare.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah memberlakukan pajak impor untuk tepung tapioka guna melindungi produk lokal. “Saat ini, tepung tapioka impor hanya dikenakan pajak penghasilan, tanpa adanya pajak tambahan.
Padahal, harga tepung tapioka impor rata-rata lebih murah, sekitar 360 dolar AS per ton, dan biaya pengirimannya dari Thailand ke Indonesia lebih rendah dibandingkan pengiriman dari Lampung ke Surabaya,” jelas Putra.
Selain itu, ia mengimbau agar pabrik tapioka bermitra dengan petani untuk meningkatkan mutu produksi singkong.
Program kemitraan seperti yang dilakukan PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) dalam industri gula dapat dijadikan contoh.
“PSMI memberikan modal kerja kepada petani untuk menanam tebu, lalu hasilnya ditampung oleh pabrik. Model seperti ini bisa diterapkan pada petani singkong,” ujarnya.
Aksi Protes Petani
Penurunan harga singkong juga memicu aksi protes ratusan petani di Tulang Bawang Barat. Mereka menggelar aksi damai ke PT Bumi Waras Penumangan pada Rabu (11/12/2024) dan melakukan mogok cabut singkong sebagai bentuk kekecewaan.
Para petani menilai pabrik tapioka menurunkan harga seenaknya tanpa mempertimbangkan nasib petani.
Sejumlah petani mendatangi PT Budi Starch dan Sweetener (BSSW) di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, menuntut perusahaan di bawah naungan PT Bumi Waras memperhatikan kesejahteraan petani singkong.
Dengan dukungan pemerintah dan kerjasama antara petani dan pabrik, diharapkan kualitas singkong Lampung dapat ditingkatkan sehingga mampu bersaing di pasar lokal maupun internasional.