Media90 (media.gatsu90rentcar.com) – Dalam lanskap persaingan penawaran proyek untuk konstruksi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) Universitas Lampung (Unila), Aprianto Makruf, seorang ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP), menganjurkan untuk beralih menggunakan Letter of Credit daripada bid bond dalam proses pengadaan.
Menurut Makruf, proyek yang didanai oleh entitas internasional seperti Asian Development Bank (ADB) umumnya mematuhi regulasi internasional dan peraturan negara peminjam.
“Proyek yang didanai oleh ADB atau pinjaman mengadopsi regulasi internasional dan negara peminjam, memungkinkan kontraktor domestik dan internasional untuk berpartisipasi dalam proses penawaran,” jelas Makruf dalam pernyataannya pada Minggu (26/11/2023).
Di negara-negara yang lebih maju, persyaratan penawaran sering melibatkan legalitas perusahaan, dukungan keuangan minimum sebesar 25 persen dari nilai proyek, yang dibuktikan melalui fasilitas kredit atau Letter of Credit, dana standby loan, dan fresh money setara dengan 10 persen dari nilai proyek.
“Ini karena standar internasional mengharuskan perusahaan dengan kemampuan keuangan yang kuat. Mereka tidak mengakui bid bond atau jaminan pelaksanaan, seperti yang umumnya terjadi dalam proyek-proyek lokal,” ungkap Makruf.
Makruf menilai bahwa di Indonesia, kontraktor difasilitasi dengan tidak diwajibkannya menyertakan Letter of Credit; bid bond atau jaminan pelaksanaan, dan bahkan surety bond dianggap cukup.
Namun, jika sebuah perusahaan kontraktor menyertakan Letter of Credit, itu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mematuhi standar keuangan internasional, menunjukkan superioritas administratif dan keuangan.
“Dukungan keuangan, Letter of Credit, dan fresh money minimal 10 persen lebih kuat dibandingkan dengan bid bond atau jaminan pelaksanaan. Jadi, ketika Letter of Credit sudah disertakan, tidak perlu lagi melampirkan bid bond,” klarifikasi Makruf.
Jika seorang kontraktor didiskualifikasi karena tidak menyediakan bid bond meskipun telah mengajukan Letter of Credit, kecurigaan muncul terkait potensi tindakan melawan etika oleh anggota komite penawaran.
Ini menunjukkan adanya praktik tidak fair dalam proses penawaran, karena Letter of Credit sudah pasti menjadi bagian dari dokumen penawaran.
Ini menyoroti perlunya transparansi dan keadilan dalam proses pengadaan, memastikan bahwa perusahaan dengan dukungan administratif dan keuangan yang komprehensif tidak dihapuskan secara tidak adil selama fase penawaran.