Media90 (media.gatsu90rentcar.com) – Yayasan Pendidikan Fathonah Raudhatul Athfal (RA) Puri Fathonah Bandar Lampung dengan tegas membantah klaim bahwa mereka telah mengasingkan siswa berinisial GB dikarenakan dianggap nakal.
Heri Hidayat, kuasa hukum RA Puri Fathonah, memberikan penjelasan mengenai peristiwa tersebut dalam keterangannya pada Minggu (21/1/2024).
Meskipun pihak sekolah mengakui adanya beberapa insiden perundungan yang melibatkan GB terhadap siswa lain, mereka menegaskan bahwa tidak ada stempel negatif yang diberikan kepada anak didiknya.
Sebaliknya, pendekatan positif yang dilakukan oleh para guru, dengan memberikan kata-kata seperti anak saleh, anak saleha, anak pintar, anak cantik, anak ganteng, dan anak baik, dianggap sebagai doa yang sesuai dengan prinsip pendidikan PAUD dan nilai-nilai Islam yang dianut oleh yayasan ini.
“Kata-kata positif ini kami percayai sebagai doa, dan kami berusaha mencegah penggunaan kata-kata negatif yang dapat berdampak pada kehidupan anak didik di masa depan,” ujar Heri Hidayat.
Terkait dengan keputusan mengenai GB, pihak RA Puri Fathonah Bandar Lampung mengklaim telah melakukan pendekatan dan perlakuan khusus terhadap siswa tersebut.
Mereka menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan untuk menjaga ketertiban dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).
Proses tersebut, yang disebut sebagai “treatment,” dijelaskan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) RA Puri Fathonah.
“Pendekatan dan treatment yang kami lakukan bertujuan untuk mengatasi emosi yang tidak stabil atau kebutuhan khusus yang dimiliki oleh GB,” tambah Heri Hidayat.
Menanggapi situasi pembelajaran daring yang berlangsung selama berbulan-bulan, pihak sekolah menyatakan bahwa GB aktif mengikuti kelas bersama teman-temannya.
Meskipun beberapa insiden terjadi, sekolah berupaya menanggulanginya di dalam kelas.
Namun, pada akhir Oktober 2023, wali murid kelas memberitahukan pihak sekolah bahwa anak-anak mereka beberapa kali menjadi korban perundungan dari GB.
Hal ini memicu respons dari sekolah, yang kemudian memperketat pengawasan di kelas. Pada awal November 2023, jumlah siswa yang hadir di kelas B1 hanya empat orang.
Dalam upaya mencari solusi, sekolah mengundang seluruh wali murid Kelas B1 untuk rapat. Lebih dari 20 orang menyatakan penolakan terhadap ide untuk menggabungkan anak-anak mereka dengan GB.
Meskipun pihak sekolah menawarkan solusi dengan mengizinkan GB belajar di ruangan guru tanpa mengganggu anak-anak lain, ibunda GB mengusulkan agar pembelajaran dilakukan secara daring.
Pihak sekolah menyatakan bahwa kebijakan untuk GB belajar di ruangan guru adalah upaya untuk melindungi haknya untuk mendapatkan pendidikan dan pengasuhan.
Meskipun tantangan besar adalah membantu GB mengontrol emosionalnya, pihak sekolah berkomitmen untuk melakukan hal ini secara bertahap, dengan harapan bahwa GB dapat kembali bersosialisasi dengan teman sekelasnya di masa mendatang.