Media90 – Universitas Lampung (Unila) baru-baru ini menyelenggarakan Lokakarya Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) sebagai bagian dari Program Revitalisasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN) tahun anggaran 2024.
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, pada 9-10 September 2024, di Ballroom Hotel Radisson, Bandar Lampung.
Rektor Unila, Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., ASEAN Eng, menjelaskan bahwa program revitalisasi Unila untuk tahun 2024 meliputi dua fokus utama: peningkatan kualitas pembelajaran melalui penguatan sarana dan prasarana laboratorium unggul terpadu, serta peningkatan kompetensi profesionalisme sumber daya manusia.
“Kedua program ini diharapkan akan meningkatkan layanan tridarma serta Revenue Generating Activities (RGA), sehingga memperkuat posisi Unila sebagai PTNBLU menuju PTNBH,” ujar Prof. Lusmeilia Afriani.
Sebagai bagian dari upaya ini, Unila berencana untuk merevitalisasi UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (LTSIT).
Revitalisasi ini bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan limbah B3, mulai dari proses minimisasi, pendayagunaan kembali, hingga pembuangan akhir, guna mencegah penumpukan limbah dan pencemaran lingkungan.
Prof. Lusmeilia berharap bahwa melalui lokakarya ini, pengelolaan limbah laboratorium di Unila dapat dilakukan secara optimal dan meningkatkan kerjasama dengan pihak eksternal untuk memaksimalkan RGA dari limbah yang dihasilkan.
Prof. Lusmeilia juga menargetkan bahwa Unila akan memiliki fasilitas pengelolaan limbah B3 terbesar di Lampung dan sebagian wilayah Sumatera.
Rencana pembangunan akan dilakukan di lahan hibah Unila di kawasan Kota Baru, Jati Agung, Lampung Selatan.
“Meskipun Unila sudah memiliki pengelolaan limbah, sistem pengelolaan B3 masih perlu ditingkatkan,” tambahnya.
Dalam lokakarya tersebut, narasumber Muhammad Khotib, S.Si., menjelaskan bahwa limbah B3 merupakan sisa dari kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pengelolaan limbah B3 meliputi berbagai tahapan, termasuk pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan.
“Identifikasi limbah yang berbentuk padat, cair, atau gas sangat penting untuk menentukan penanganannya sesuai dengan sifatnya, seperti mudah meledak, menyala, beracun, reaktif, korosif, atau infeksius,” jelas Khotib.
Narasumber lainnya, Mohammad Zaky, S.T.P., M.K3., menambahkan bahwa limbah B3 dapat dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku atau sumber energi.
“Edukasi dan pelatihan mengenai kesadaran lingkungan serta sosialisasi tentang pemisahan limbah di kampus sangat penting,” ungkap Mohammad Zaky.
Melalui lokakarya ini, diharapkan pemahaman dan kemampuan pengelolaan limbah B3 di lingkungan perguruan tinggi dapat meningkat, serta mendukung tercapainya tata kelola yang lebih baik dan ramah lingkungan.