Media90 – Komisi I DPRD Lampung mengunjungi Polda Lampung untuk mengetahui perkembangan kasus Bendungan Margatiga di Lampung Timur dan mengevaluasi penanganan proyek nasional tersebut.
Selain menanyakan perkembangan kasus Marga Tiga, Komisi I DPRD Lampung juga mengapresiasi capaian kinerja Polda Lampung, yang berhasil mencapai tingkat kepercayaan masyarakat Lampung sebesar 88,7 persen.
Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, mengungkapkan bahwa penanganan kasus Bendungan Margatiga saat ini masih berjalan.
“Kasus ini sudah masuk tahap pertama di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dengan tiga orang tersangka, dan kami sedang melengkapi berkas sesuai petunjuk kejaksaan,” kata Irjen Helmy Santika pada Jumat (2/8/2024).
Helmy menambahkan bahwa Polda Lampung telah berkoordinasi dan bersinergi dengan berbagai pihak terkait untuk menangani perkara ini.
“Kami sudah melakukan koordinasi untuk mencegah kerugian negara terkait tanam tumbuh dan tegakan, serta kerugian negara atas tanah eks kawasan hutan,” tambah Irjen Helmy.
Dalam kasus ini, penyidik Polda Lampung telah menetapkan empat tersangka: AR, mantan Kepala BPN Lampung Timur 2020-2022 dan Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah; AS, mantan Kepala Desa Trimulyo dan Penitip Tanam Tumbuh; IN, Penitip Tanam Tumbuh; dan OT dari Satgas B. Kasus korupsi ini tidak berkaitan dengan pembangunan fisik bendungan, melainkan dengan proses pembebasan lahannya.
Audit pertama menemukan bahwa dari 202 lahan yang telah dibayarkan dan 1.744 bidang yang sedang dalam proses pembebasan, terdapat kerugian negara sebesar Rp43 miliar untuk 202 lahan tersebut.
Audit kedua, yang dilakukan dalam dua tahap, menunjukkan bahwa dari 1.438 bidang lahan, uang ganti kerugian yang diusulkan mencapai Rp507 miliar, sementara yang layak dibayarkan hanya Rp82,2 miliar, sehingga potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan mencapai Rp425,3 miliar.
Audit tahap kedua terhadap 306 bidang lahan mengungkapkan bahwa uang ganti kerugian yang diusulkan sebesar Rp23,9 miliar, namun yang layak dibayarkan hanya Rp9,8 miliar.
Potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan dari audit tahap kedua ini mencapai Rp14,1 miliar.