BERITA

KLHK Desak Pemprov Lampung Hapus Kebijakan Panen Tebu Bakar Demi Kesehatan Warga dan Kepatuhan Hukum

143
×

KLHK Desak Pemprov Lampung Hapus Kebijakan Panen Tebu Bakar Demi Kesehatan Warga dan Kepatuhan Hukum

Sebarkan artikel ini
Langgar Hukum dan Ganggu Kesehatan Warga, KLHK Minta Pemprov Lampung Cabut Aturan Panen Tebu Bakar
Langgar Hukum dan Ganggu Kesehatan Warga, KLHK Minta Pemprov Lampung Cabut Aturan Panen Tebu Bakar

Media90 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta Pemerintah Provinsi Lampung segera mencabut aturan panen tebu dengan cara membakar. Kebijakan ini dinilai merugikan masyarakat dan negara secara langsung.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 yang memfasilitasi panen tebu melalui pembakaran telah memperlambat upaya Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030.

“Praktik memanen tebu dengan membakar menimbulkan dampak sangat serius, mulai dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, gangguan kesehatan masyarakat, hingga menghambat komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 sebelumnya menginstruksikan bahwa pembakaran dibatasi 10 hektare dengan lama waktu pembakaran maksimal 20 menit.

Baca Juga:  Rahasia Perawatan Ortondi: Tips Ampuh dari Dosen Teknik Gigi Poltekkes Tanjungkarang untuk Menyempurnakan Gigi Tonggos Anda!

Saat musim kemarau, pembakaran hanya dapat dilakukan pagi hari, sedangkan saat musim hujan dapat dilakukan pagi dan malam hari.

Regulasi ini juga mengharuskan adanya persiapan pembakaran terkendali dengan memposisikan alat baku ukur mutu udara.

Namun, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 menambahkan klausul yang mengizinkan pembakaran dilakukan secara bersamaan setelah pembatasan 10 hektare, serta menghapus pertimbangan cuaca dalam pelaksanaan pembakaran.

Alat baku ukur mutu udara yang semula ada dalam regulasi tahun 2020 juga dihapus dalam aturan tahun 2023 tersebut.

“Peraturan itu menguntungkan perusahaan karena mereka memanen dengan biaya murah melalui praktik pembakaran,” kata Rasio.

Lebih lanjut, Rasio menyampaikan bahwa Menteri LHK pernah menyurati Gubernur Lampung untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris.

Baca Juga:  Upacara HUT ke-79 RI Perdana di Kotabaru, Pj Gubernur Lampung Tekankan Lanjutkan Pembangunan

Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama masyarakat kemudian menempuh upaya hukum uji materiil ke Mahkamah Agung.

Permohonan keberatan hak uji materiil dikabulkan oleh Majelis Hakim Agung dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024 yang menyatakan bahwa Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023 bertentangan dengan tujuh peraturan yang lebih tinggi, di antaranya Undang-Undang Perkebunan, Undang-Undang Lingkungan Hidup, hingga Peraturan Menteri Pertanian tentang pembukaan lahan perkebunan tanpa membakar.

“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup untuk menyiapkan langkah hukum lebih lanjut,” kata Rasio.

Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK, Ardyanto Nugroho, mengatakan pemantauan titik api yang dilakukan di Lampung memperlihatkan beberapa perkebunan tebu terindikasi kebakaran, termasuk PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP).

Baca Juga:  DKPP RI Hukum Pecat Fery Triatmojo dari KPU Bandar Lampung karena Pelanggaran Kode Etik

Pada 2021, perhitungan awal luas lahan yang dibakar di perusahaan SIL dan ILP mencapai 5.469 hektare, sedangkan luas lahan yang terbakar pada 2023 mencapai 14.492 hektare.

KLHK terus berupaya menegakkan hukum dan memastikan bahwa praktek yang merugikan lingkungan dan kesehatan masyarakat dihentikan demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *