Media90 – Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas pangan utama yang memiliki peran penting dalam rantai pasokan makanan global.
Namun, dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman kentang, terdapat tantangan besar terkait dengan ketersediaan benih unggul.
Benih kentang konvensional, yang berbentuk umbi, seringkali memiliki berbagai kelemahan, seperti rentan terhadap infeksi patogen, membutuhkan waktu lama dalam proses produksi, sulit dalam transportasi, serta memerlukan ruang penyimpanan yang besar.
Hal ini menjadi hambatan bagi petani, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, teknik mikropropagasi menjadi salah satu solusi yang mulai banyak diterapkan dalam perbanyakan kentang.
Salah satu metode yang semakin populer adalah produksi mikrotuber, yaitu umbi kentang berukuran kecil yang dikembangkan melalui kultur in vitro.
Teknik ini menawarkan sejumlah keunggulan dibandingkan dengan benih konvensional, seperti daya tahan yang lebih tinggi terhadap penyakit, kemudahan dalam penyimpanan, transportasi yang praktis, serta kebutuhan ruang penyimpanan yang jauh lebih efisien.
Tim dosen dari Politeknik Negeri Lampung (Polinela) yang terdiri dari Onny Pradana, M.Si., Ir. Nurman A. Hakim, M.P., Anung Wahyudi, Ph.D., Septiana, M.Si., dan Ria Putri, M.Si., melakukan penelitian terbaru guna mengembangkan teknik produksi mikrotuber yang lebih efisien.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Polinela dari Mei hingga September 2024.
Penelitian menggunakan desain acak lengkap (RAL) dengan dua faktor utama, yaitu konsentrasi tuber promotor dan kadar sukrosa pada media kultur.
Hasilnya menunjukkan bahwa media MS yang dimodifikasi dengan tambahan 7,5 mg/L paclobutrazol dan 60 g/L sukrosa menghasilkan induksi mikrotuber terbaik.
Media kultur yang dikembangkan oleh tim Polinela terbukti mampu meningkatkan efisiensi pembentukan mikrotuber dengan kualitas optimal.
Hal ini membuka peluang besar bagi petani untuk memperoleh benih kentang unggul dengan harga yang lebih murah dan proses produksi yang lebih efisien.
“Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan ilmiah dan inovasi, kita dapat menghasilkan solusi nyata untuk meningkatkan produktivitas benih kentang. Teknologi mikrotuber adalah langkah strategis menuju pertanian yang lebih berkelanjutan,” ungkap Onny Pradana, M.Si., salah satu anggota tim peneliti.
Teknologi mikrotuber ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.
Dengan efisiensi yang lebih tinggi, negara ini dapat mengurangi ketergantungan pada impor benih kentang dan memperkuat swasembada pangan.
Lebih jauh lagi, produksi benih kentang berkualitas tinggi dapat mempercepat pengembangan sektor pertanian kentang di Indonesia.
Selain itu, penerapan teknologi mikrotuber memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan industri pertanian.
Kolaborasi yang solid akan memungkinkan teknologi ini dapat diterapkan secara lebih luas di kalangan petani di Indonesia, memberikan manfaat langsung bagi sektor pertanian.
Inovasi yang dilakukan Polinela ini juga menjadi contoh bagaimana pendidikan vokasi dapat memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
Dengan terus mengembangkan teknologi perbanyakan benih kentang yang lebih efisien dan terjangkau, Indonesia berpotensi menjadi salah satu produsen utama kentang berkualitas tinggi di Asia Tenggara.
Ke depan, teknologi mikrotuber diharapkan dapat diintegrasikan ke dalam program pelatihan bagi petani, serta menjadi model bagi inovasi benih tanaman lain yang menghadapi tantangan serupa.
Dengan demikian, harapan untuk menciptakan pertanian yang lebih maju, efisien, dan berkelanjutan semakin terbuka lebar.