Media90 – Kawanan gajah liar kembali memasuki permukiman dan area pertanian warga yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur.
Insiden terbaru terjadi pada Jumat (7/2/2025) dini hari, di mana kawanan gajah tersebut merusak dan menghancurkan Kantor Resort Susukan Baru, pos penjagaan Kepolisian Kehutanan (Polhut) Balai TNWK.
Kepala Resort Susukan Baru, Albert Erson, mengungkapkan bahwa petugas piket bernama Yudi melihat kawanan gajah berada di sekitar kantor sejak tengah malam.
Meski keberadaan gajah liar di sekitar resort bukan hal yang baru, kali ini gajah-gajah tersebut bertindak lebih agresif dan merobohkan bangunan kantor.
“Biasanya memang sering ada gajah liar di sekitar kantor resort. Bahkan, tiga hari lalu ada sekitar 20 ekor. Namun, kali ini kawanan gajah merusak kantor kami,” kata Albert Erson.
Saat tembok bangunan dirusak, Yudi yang sedang berjaga segera berlari menyelamatkan diri.
Diperkirakan ada tujuh ekor gajah yang merobohkan tembok dalam waktu kurang dari satu jam.
Setelah puas merusak bangunan, kawanan gajah liar tersebut meninggalkan lokasi.
“Gajah memiliki kekuatan besar, sehingga mudah bagi mereka untuk merobohkan tembok bangunan, apalagi yang bukan konstruksi cor. Namun, untungnya tidak ada korban jiwa,” ujar Albert Erson.
Hingga sore hari, sejumlah pegawai Resort Susukan Baru masih sibuk membersihkan puing-puing tembok yang hancur akibat amukan kawanan gajah liar.
Tanaman Petani Rusak, Warga Mengeluh
Sebelumnya, kawanan gajah liar asal hutan Way Kambas juga merusak tanaman petani di Desa Braja Asri, Kecamatan Way Jepara.
Tanaman padi dan palawija, seperti singkong, menjadi sasaran utama gajah-gajah tersebut.
Sekretaris Forum Rembuk Desa Penyangga Hutan TNWK, Suyuti, mengungkapkan bahwa dalam tiga malam berturut-turut, belasan ekor gajah liar keluar dari hutan.
Meskipun para petani sudah berusaha menghalau dengan berbagai cara, kawanan gajah tetap merusak tanaman mereka.
Menurut Suyuti, masalah ini telah berlangsung selama puluhan tahun, tetapi belum ada solusi efektif untuk menanggulanginya.
“Petani harus berjaga setiap malam dengan risiko tinggi, sementara pemerintah tidak memberikan solusi yang dapat menyelesaikan masalah ini,” ungkap Suyuti.
Meskipun konflik telah berlangsung lama, hingga kini belum ada langkah konkret dari pemerintah maupun Balai TNWK terkait kompensasi atas kerusakan tanaman akibat serangan gajah liar.
Warga Swadaya untuk Mencegah Gajah Masuk ke Lahan Pertanian
Merasa kurang diperhatikan, warga dari dua dusun yang menjadi penyangga TNWK di Lampung Timur memutuskan untuk melakukan swadaya guna mengatasi masalah ini.
Kepala Dusun 2 Desa Labuhan Ratu IX, Kecamatan Labuhan Ratu, Rudi Hartono, menyebutkan bahwa warga di Dusun 1 dan Dusun 2 sepakat untuk mengumpulkan dana secara sukarela.
Dana tersebut akan digunakan untuk menyewa alat berat ekskavator guna menggali kanal pembatas antara hutan TNWK dan lahan pertanian warga.
“Kami mengumpulkan dana secara ikhlas untuk biaya pengerukan kanal, supaya gajah liar tidak masuk dan merusak tanaman serta rumah warga,” ujar Rudi Hartono.
Menurut Rudi, terdapat tujuh titik yang menjadi jalur perlintasan gajah liar ke area pertanian warga.
Oleh karena itu, pengerukan kanal akan difokuskan di tujuh titik tersebut karena kondisinya sudah dangkal.
“Jika kami terus mengandalkan pemerintah, masalah ini tidak akan pernah selesai, apalagi soal ganti rugi tanaman yang rusak, itu sepertinya mustahil,” tambahnya.
Rudi juga menyoroti kekecewaan para petani terhadap pemerintah dan anggota DPR yang hanya melakukan inspeksi mendadak (sidak) tanpa ada tindakan nyata.
Ia menambahkan bahwa hanya dua dusun yang turut berpartisipasi dalam iuran ini karena lokasinya yang sangat dekat dengan hutan.
Konflik antara gajah liar dan masyarakat sekitar TNWK masih menjadi permasalahan serius yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan pihak terkait.
Dengan upaya swadaya yang dilakukan warga, diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi dampak konflik ini.