Media90 – Cuaca ekstrem yang terjadi pada tanggal 22 Februari 2025 telah menyebabkan tingkat curah hujan di Provinsi Lampung mencapai 150 mm di atas normal.
Di beberapa wilayah, bahkan tercatat curah hujan ekstrem mencapai 200 mm, seperti yang dilaporkan oleh pos Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS-MS) di Tanjung Senang.
Kondisi ini memicu peningkatan debit air di sejumlah sungai, yang menyebabkan banjir dan longsor di beberapa daerah di Lampung.
Pemerintah Provinsi Lampung mengonfirmasi bahwa penyebab utama banjir ini adalah curah hujan yang sangat tinggi, yang mengakibatkan luapan air sungai di berbagai wilayah.
Empat wilayah terdampak parah akibat banjir ini, yaitu Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pringsewu, dan Kota Bandar Lampung.
Dari keempat wilayah tersebut, Kota Bandar Lampung mengalami dampak terberat dengan 23 titik banjir yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia.
Kerugian material dan jumlah korban saat ini masih dalam proses perhitungan oleh pihak berwenang.
Dalam menghadapi situasi ini, Pemerintah Provinsi Lampung segera mengadakan rapat lintas sektor untuk mencari solusi komprehensif.
Salah satu langkah awal adalah melakukan koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dan BBWS-MS untuk membersihkan sedimentasi di aliran sungai yang berpotensi memperparah banjir.
Selain itu, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung, bersama Pemerintah Kota Bandar Lampung, mengerahkan alat berat untuk mengatasi tersumbatnya saluran air akibat sampah.
Kepala BPBD Provinsi Lampung, Rudy Sjawal Sugiarto, menyatakan bahwa Gubernur Lampung, meskipun sedang berada di Magelang, terus memantau situasi banjir dan memberikan arahan untuk penanganan cepat.
“Pak Gubernur terus memonitor situasi banjir di Lampung. Atas arahan beliau, kami bersinergi dan berkoordinasi intensif dengan seluruh pejabat serta pemangku kepentingan terkait,” ungkapnya.
Seiring dengan makin meluasnya dampak banjir, Pemerintah Provinsi Lampung menaikkan status dari Siaga Darurat Hidrometeorologi menjadi Tanggap Darurat Hidrometeorologi.
Langkah ini diambil untuk memperkuat upaya penanganan bencana, bekerja sama dengan pemerintah kota dan kabupaten yang terdampak, demi mengatasi situasi banjir yang terjadi.