Media90 (media.gatsu90rentcar.com) – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengambil langkah tegas dengan menghukum Hakim Konstitusi Anwar Usman setelah dianggap melakukan pelanggaran etika yang berat dalam menjalankan tugasnya.
Pelanggaran ini terkait dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan kontroversial tersebut sebelumnya memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden jika mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).
Keputusan ini mendapat banyak perhatian dan kontroversi di masyarakat karena dianggap membuka peluang bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden.
Sebagai pemohon dalam perkara tersebut, Almas Tsaibbirru Re A, seorang mahasiswa asal Surakarta, menyampaikan argumen bahwa Gibran Rakabuming Raka merupakan sosok pemimpin ideal yang patut diidolakan.
Ia mencatat peningkatan pertumbuhan ekonomi Surakarta sebanyak 6,23 persen selama Gibran menjabat sebagai Wali Kota, meskipun di awal masa jabatannya, pertumbuhan ekonomi Surakarta sempat mengalami penurunan sebesar 1,74 persen.
Almas Tsaibbirru Re A juga mengakui bahwa Wali Kota Surakarta telah membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang memajukan kota dengan integritas moral, kejujuran, dan ketaatan dalam melayani kepentingan rakyat dan negara.
Namun, MKMK mengambil tindakan tegas dengan mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai akibat dari putusan kontroversial tersebut.
Selain itu, Anwar dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam sengketa hasil pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, menyatakan bahwa Anwar tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Keputusan ini telah memicu berbagai reaksi dari masyarakat dan menunjukkan pentingnya menjaga integritas dan etika dalam penegakan hukum dan keputusan-keputusan yang diambil oleh lembaga-lembaga penting seperti Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, hal ini juga mencerminkan betapa sensitifnya isu-isu terkait dengan pemilihan presiden dan pemilihan umum di Indonesia, yang memerlukan ketelitian dan transparansi dalam proses hukumnya.