BERITA

Sejarawan UIN Raden Intan Lampung Isi Seminar Nasional BRIN dan Universitas Indonesia

8
×

Sejarawan UIN Raden Intan Lampung Isi Seminar Nasional BRIN dan Universitas Indonesia

Sebarkan artikel ini
Sejarawan UIN Raden Intan Lampung Jadi Pembicara di Seminar Nasional BRIN dan Universitas Indonesia
Sejarawan UIN Raden Intan Lampung Jadi Pembicara di Seminar Nasional BRIN dan Universitas Indonesia

Media90 – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar A.B. Lapian Memorial Lecture 2025, sebuah forum tahunan untuk mengenang sekaligus melanjutkan warisan pemikiran Prof. Adrian Bernard Lapian, pelopor historiografi maritim Indonesia.

Tahun ini, seminar tersebut mengusung tema “Laut sebagai Ruang Ingatan dan Perubahan: Warisan A.B. Lapian untuk Masa Depan Maritim yang Berkeadilan”. Kegiatan berlangsung di Auditorium Widya Graha BRIN, Jakarta, Selasa (23/9/2025), serta disiarkan secara hybrid melalui Zoom.

ads
ads

Acara ini merupakan kolaborasi antara Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) BRIN, Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan (PRALMBB) BRIN, serta Yayasan Negeri Rempah. Forum tersebut juga menjadi bagian dari rangkaian International Forum on Spice Route (IFSR) 2025.

Dua Sejarawan Maritim Jadi Narasumber

Dua akademisi hadir sebagai pembicara utama, yakni Dr. Abd. Rahman Hamid, Ketua Prodi S1 Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Raden Intan Lampung, serta Dr. Didik Pradjoko dari Departemen Sejarah FIB Universitas Indonesia.

Baca Juga:  Menjelajahi Dampak Kecerdasan Buatan pada Layanan Kesehatan: Sorotan dari Konferensi Internasional ICOPHMEDS di Universitas Malahayati

Dr. Abd. Rahman Hamid memaparkan materi berjudul “Dari Rempah ke Kopra: Membaca Jejak Historis Jalur Maritim dalam Perspektif Keadilan Sosial.” Ia menekankan warisan pemikiran Lapian yang menyoroti pelabuhan sebagai simpul vital sejarah maritim.

Sejauh-jauh kapal berlayar, sekali kelak ia masuk pelabuhan,” kutip Abd. Rahman dari Lapian, seraya menjelaskan pergeseran komoditas dagang dari rempah, teripang (abad ke-18–19), hingga kopra (abad ke-19–20). Menurutnya, perubahan ini menunjukkan peran pelaut Nusantara yang kerap terabaikan dalam historiografi, yang lebih sering menempatkan bangsa Eropa sebagai aktor utama.

Ia mencontohkan peran Makassar sebagai entrepôt kopra di awal abad ke-20, yang tumbuh berkat pelabuhan alam, fasilitas gudang, serta jaringan perdagangan pelaut Bugis, Makassar, Mandar, dan Buton dengan perahu tradisional seperti Padewakang, Palari, Lambo, dan Lete. Bahkan, pada masa revolusi, perdagangan kopra sempat menjadi perebutan antara tentara dan gerilyawan, menimbulkan penderitaan rakyat pesisir.

Baca Juga:  Kolaborasi untuk Bangsa: TDM Ajak Mahasiswa IIB Darmajaya dan Universitas Teknokrat Ikuti Honda Digmar Akademi

Sementara itu, Dr. Didik Pradjoko membawakan topik “Timor dalam Global: Perdagangan Cendana.” Ia menekankan pentingnya studi maritim untuk mengangkat kembali peran Timor dalam sejarah perdagangan Nusantara yang kerap terpinggirkan.

Laut sebagai Ruang Ingatan

Dari kedua paparan tersebut, tergambar bahwa laut bukan hanya jalur perdagangan, tetapi juga ruang ingatan kolektif, arena pertukaran budaya, sekaligus ruang perjuangan keadilan sosial.

Warisan pemikiran A.B. Lapian terus hidup melalui kajian sejarawan maritim generasi baru, yang menegaskan kembali peran masyarakat Nusantara dalam perdagangan global.

Selain menjadi pembicara di forum BRIN, Dr. Abd. Rahman Hamid juga mengisi kuliah umum di Departemen Sejarah FIB UI pada Rabu (24/9/2025) dengan tema “Makassar Mendunia: Entrepôt Rempah dalam Jaringan Maritim Nusantara Abad XVI–XVII.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *