Media90 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah (RM), sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan gratifikasi.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, yang menjelaskan bahwa status tersangka diberikan setelah penyidik mengantongi bukti permulaan yang cukup.
Selain Rohidin, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Isnan Fajri (IF), Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, dan Evriansyah alias Anca (EV), ajudan pribadi Gubernur Bengkulu.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu malam.
Dugaan Modus Operasi Penggalangan Dana
KPK mengungkapkan bahwa kasus ini berawal dari keinginan Rohidin untuk maju kembali dalam Pilkada serentak 2024.
Dalam upayanya, Rohidin disebut membutuhkan dukungan dana besar untuk kampanye.
Ia meminta Sekda Bengkulu, Isnan Fajri, mengkoordinasikan pengumpulan dana dari para kepala dinas dan biro di lingkup Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Menurut Alexander, sejumlah kepala dinas langsung merespons permintaan tersebut dengan menyetorkan uang untuk mendukung pencalonan Rohidin.
Beberapa di antaranya bahkan memotong anggaran di instansi masing-masing demi memenuhi tuntutan tersebut.
- Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Syafriandi (SF):
Syafriandi menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada RM melalui EV untuk mempertahankan posisinya sebagai kepala dinas. - Kepala Dinas PUPR, Tejo Suroso (TS):
Tejo menyetorkan Rp500 juta yang diperoleh dari potongan anggaran alat tulis kantor (ATK), perjalanan dinas (SPPD), dan tunjangan pegawai. - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Saidirman (SD):
Saidirman menyumbang hingga Rp2,9 miliar yang berasal dari pemotongan honor guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT), di mana masing-masing guru dipotong Rp1 juta. - Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra, Ferry Ernest Parera (FEP):
Ferry menggalang dana sebesar Rp1,4 miliar dari sumbangan satuan kerja (satker) di dalam tim pemenangan Kota Bengkulu dan menyerahkannya kepada RM melalui EV.
Barang Bukti dan Tindakan Hukum
Penyidik KPK telah menyita catatan aliran uang yang digunakan untuk penggalangan dana kampanye serta uang tunai senilai Rp7 miliar, terdiri dari pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam waktu dekat, KPK akan menahan para tersangka untuk 20 hari pertama di Rutan Salemba Cabang KPK.
“Langkah ini dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan dengan lancar dan tidak ada upaya menghilangkan barang bukti,” ujar Alexander.
Kasus ini kembali menyoroti praktik korupsi dalam lingkup pemerintahan daerah, khususnya menjelang pemilihan kepala daerah.
KPK menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan terus mendukung penyelenggaraan Pilkada yang bersih dan bebas korupsi.