Media90 (media.gatsu90rentcar.com) – Pabrik penggilingan gabah dan padi di SK 27 Kampung Medasari, Kecamatan Rawajitu Selatan, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, menjadi sasaran protes warga setempat.
Para warga mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap operasional pabrik yang diduga mencemari lingkungan dan pemukiman mereka.
Debu dari pabrik yang tersebar di udara, baik siang maupun malam, telah menimbulkan keluhan serius di kalangan warga.
Mereka mengeluhkan kesulitan bernafas, iritasi mata, dan gatal-gatal pada kulit. Selain itu, suara mesin yang sangat bising juga menjadi sumber gangguan bagi tetangga terdekat.
Salah seorang warga, Rojani (27), yang rumahnya hanya berjarak 10 meter dari pabrik penggilingan padi, menyatakan dampak negatif yang dirasakannya.
Rumahnya menjadi sangat kotor akibat debu yang tersebar di seluruh tempat, dan keluarganya kesulitan tidur karena limbah dan kebisingan mesin pabrik.
“Kehidupan rumah tangga kami terganggu parah. Debu dan kebisingan dari pabrik membuat kondisi rumah kami tidak nyaman. Kami sudah sulit tidur karena itu. Pabrik ini seharusnya tidak boleh beroperasi di sini,” ungkap Rojani.
Rojani juga menyampaikan bahwa ia telah mengusulkan beberapa solusi kepada pemilik pabrik dan pemerintah Kampung Medasari.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah memindahkan lokasi pabrik ke tempat yang jauh dari pemukiman penduduk atau membeli rumah dan pekarangan warga yang terdampak.
Namun, sayangnya, usulan tersebut tidak mendapat respons dari pemilik pabrik.
Kepala Kampung Medasari, Rudianto, pada Jumat (10/11), mengakui adanya permasalahan tersebut.
Menurutnya, pabrik penggilingan padi yang dimaksud adalah milik warganya bernama Pandi. Pabrik ini baru beroperasi selama tiga bulan terakhir dan didirikan di tengah lingkungan penduduk.
Rudianto juga menjelaskan bahwa proses administrasi izin mendirikan bangunan dan izin gangguan baru dilakukan setelah adanya protes dari warga.
“Kami sedang berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan melibatkan Uspika Rawajitu Selatan. Meskipun sudah beberapa kali dilakukan pertemuan, belum ada titik temu. Semoga, ke depannya, dapat ditemukan solusi terbaik, karena semua pihak yang terlibat adalah warga kami,” tambah Rudianto.