Media90 – Jajaran Satreskrim Polresta Bandar Lampung berhasil menangkap dua pelaku pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Campang Raya, Sukabumi, Bandar Lampung, pada Jumat (6/9/2024).
Kedua pelaku diduga mencampur minyak mentah atau minyak cong dengan Pertalite dan menjualnya sebagai Pertamax.
Kompol Muhammad Hendrik Aprilianto, Kepala Satreskrim Polresta Bandar Lampung, mengungkapkan bahwa dua pelaku yang ditangkap adalah ES, sebagai otak utama pengoplosan, dan BL, seorang sopir dari Pertamina Putra Niaga.
“Penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat mengenai aktivitas pengoplosan BBM jenis Pertamax dan Pertalite yang dicampur dengan minyak cong,” ujar Kompol Muhammad Hendrik Aprilianto dalam konferensi pers di Mapolresta Bandar Lampung pada Rabu (11/9/2024).
Modus operandi pelaku melibatkan pemesanan minyak cong dari Palembang, Sumatera Selatan, yang kemudian dikirim ke gudang di Campang Raya, Bandar Lampung, menggunakan truk tangki dari Kopka Patra.
Minyak cong tersebut diolah dengan campuran Pertalite dan bubuk pewarna untuk menyerupai Pertamax.
Setelah itu, produk oplosan tersebut dijual dengan harga resmi Pertamax di sejumlah SPBU dan Pertashop, khususnya di wilayah Lampung Timur.
“Setelah mencampur bahan-bahan itu hingga terlihat seperti Pertamax, pelaku menjualnya ke luar wilayah Bandar Lampung,” kata Hendrik.
Penyelidikan menunjukkan bahwa penjualan BBM oplosan ini telah berlangsung selama setahun, dengan produksi mencapai 5.000 liter BBM oplosan setiap minggu.
Dari pengakuan tersangka, mereka bertindak atas perintah seseorang bernama LM, yang saat ini masih dalam pengejaran polisi.
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk satu truk Colt Diesel, satu truk tangki, dua mesin pompa alkon, dua botol pewarna, alat pengukur suhu, 1.000 liter BBM Pertalite, 1.500 liter BBM Pertamax oplosan, dan 2.000 liter minyak cong.
Pelaku dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, juncto Pasal 55 KUHPidana.
Mereka terancam hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
Pengungkapan kasus ini menjadi peringatan keras terhadap praktik ilegal yang merugikan konsumen dan negara, sekaligus menegaskan komitmen pihak kepolisian dalam memberantas kejahatan di sektor energi.