Media90 (media.gatsu90rentcar.com) – Penangkapan ikan menggunakan bom telah mencuat sebagai isu serius dalam sepekan terakhir di perairan Pulau Tabuan, Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.
Polairud Polres Tanggamus telah intens memantau situasi ini dan berkoordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Ditpolair Polda Lampung, Dinas Perikanan, dan Kepolisian Sektor Cukuh Balak.
Kasat Polairud, Iptu Zulkarnaen, mengungkapkan pada Kamis (30/11/2023) bahwa pemantauan terhadap penggunaan bom ikan dan bahan berbahaya lainnya akan ditingkatkan.
Patroli perairan laut sepanjang teluk semangka akan menjadi fokus utama untuk menanggulangi praktik ini.
Tindakan tegas akan diambil terhadap pelanggaran yang ditemukan, sebagai langkah preventif untuk melindungi ekosistem laut.
Dalam himbauannya kepada masyarakat, pihak Polairud menekankan pentingnya menjaga kelestarian laut dan menghindari penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan, termasuk bom ikan dan potasium.
Kesadaran masyarakat merupakan kunci utama dalam upaya pelestarian sumber daya laut.
Namun, di tengah perhatian terhadap praktik penangkapan ikan yang merusak, muncul pula sorotan terhadap ketimpangan sosial yang dihadapi nelayan tradisional Pulau Tabuan.
Nafian Faiz, Dewan Pembina Pengurus Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPP-KNTI), menyoroti ketidakmampuan nelayan tradisional bersaing dengan nelayan luar yang menggunakan peralatan modern.
“Ikan di bagian laut tengah dan laut dalam sekitar Pulau Tabuan justru ditangkap oleh nelayan luar pulau, ini membuat mereka frustrasi dan terjebak dengan kegiatan yang justru merugikan diri mereka dan lingkungan,” ujar Nafian Faiz pada Kamis (30/11/2023).
Faiz menegaskan pentingnya campur tangan pemerintah dengan memberikan bantuan sarana tangkap agar nelayan lokal Pulau Tabuan dapat bersaing dan terhindar dari kegiatan penangkapan ikan yang dilarang.
Dukungan pemerintah dalam memberikan pelatihan, peralatan, dan akses pasar menjadi kunci untuk mengatasi ketidaksetaraan ini.
Sanksi hukum juga menjadi faktor penting dalam mengontrol penangkapan ikan yang merusak.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyatakan bahwa pelaku penangkapan ikan dengan cara merusak dapat dihukum pidana penjara hingga lima tahun atau denda sebesar Rp2 miliar.
Dengan demikian, selain upaya pencegahan, penegakan hukum yang tegas juga diperlukan untuk melindungi keberlanjutan sumber daya laut dan kesejahteraan nelayan lokal.