Media90 – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengumumkan keputusan penting terkait sistem Pemilu 2024.
Dalam putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis (15/6/2023), MK menetapkan bahwa Pemilu 2024 akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.
Putusan tersebut menolak permohonan provisi yang diajukan oleh para pemohon, sehingga sistem proporsional terbuka akan diterapkan secara menyeluruh.
Hal ini mengindikasikan bahwa MK melihat keputusan ini sebagai langkah yang lebih demokratis dalam proses pemilihan umum, meskipun ada potensi peningkatan dalam praktik politik uang.
Salah satu hakim konstitusi, Suhartoyo, menyampaikan pandangannya terkait kelebihan dan kekurangan sistem Pemilu proporsional terbuka.
Dalam sistem ini, para calon anggota legislatif (Caleg) harus berjuang untuk mendapatkan sebanyak mungkin suara guna memperoleh kursi.
Suhartoyo menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka mendorong persaingan sehat antara kandidat, meningkatkan kualitas kampanye, dan program kerja mereka.
Kebebasan para pemilih dalam menentukan Caleg tanpa terikat nomor urut partai politik juga menjadi salah satu kelebihan sistem ini.
Pemilih memiliki fleksibilitas untuk memilih calon yang dianggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka.
Proporsional terbuka memberikan kesempatan bagi pemilih untuk terlibat dalam tindakan dan keputusan anggota legislatif, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik.
Namun, Suhartoyo juga mengungkapkan beberapa kekurangan dari sistem Pemilu proporsional terbuka. Salah satunya adalah adanya potensi peningkatan politik uang.
Keberadaan modal politik yang besar dapat menjadi hambatan bagi kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah.
Selain itu, sistem proporsional terbuka dinilai dapat mereduksi peran partai politik dan memungkinkan terbentuknya jarak antara anggota calon legislatif dengan partai politik.
Pendidikan politik yang kurang optimal oleh partai politik juga menjadi kelemahan sistem ini, di mana partai politik cenderung memiliki peran yang lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih.
Akibatnya, partai politik menjadi kurang fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik kepada pemilih.
Keputusan MK ini memiliki dampak yang signifikan terhadap proses demokrasi dan partisipasi politik di Indonesia.
Meskipun sistem proporsional terbuka dianggap lebih demokratis dalam hal representasi politik, penting bagi lembaga dan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan perlindungan terhadap penyalahgunaan politik uang dan upaya memperbaiki pendidikan politik untuk meningkatkan partisipasi yang berarti dari pemilih.