Media90 – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video penggerebekan pasangan pelajar di Lampung Timur.
Langkah ini diambil guna mencegah trauma dan stigma yang dapat berdampak panjang pada korban.
“Kami meminta masyarakat tidak menyebarluaskan video tersebut, karena akan memberikan trauma panjang pada korban dan mencegah stigma,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu, pada Kamis (20/2/2025).
Kementerian PPPA juga menyesalkan adanya pemaksaan perkawinan terhadap pasangan pelajar tersebut setelah mereka digerebek oleh warga desa.
Titi menegaskan bahwa perkawinan usia anak memiliki banyak dampak negatif yang serius, termasuk ancaman terhadap kelangsungan pendidikan korban.
“Kami prihatin dengan pergaulan remaja yang semestinya tidak dilakukan sebelum resmi menikah. Namun, di satu sisi, kami juga sangat menyayangkan keputusan dari pihak keluarga yang mengambil jalan pintas dengan menikahkan para korban. Perkawinan pada usia anak memiliki dampak negatif yang besar,” kata Titi Eko Rahayu.
Lebih lanjut, Titi menjelaskan bahwa pernikahan paksa pada remaja dapat menimbulkan dampak psikologis yang serius, seperti kecemasan, depresi, trauma, dan potensi gangguan kesehatan mental jangka panjang.
Oleh karena itu, seharusnya orang tua mempertimbangkan berbagai dampak buruk sebelum memutuskan menikahkan anak-anak mereka.
Selain itu, pernikahan paksa juga berisiko menimbulkan konflik rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Titi menambahkan bahwa pemaksaan perkawinan merupakan salah satu bentuk tindak pidana dan termasuk dalam tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan,” tegasnya.
Kementerian PPPA berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan perlindungan anak dan remaja serta mencegah terjadinya pernikahan usia dini yang berpotensi merugikan masa depan mereka.